Minggu, 05 Juli 2015

MAKALAH TAFSIR TARBA QS. AT-TAUBAH 122

MAKALAH
TAFSIR TARBAWI QS. AT-TAUBAH AYAT 122


Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Tafsir Tarbawi yang diampu oleh Bapak Hamid Mustofa, S.Th.I, CM. Si






Disusun Oleh:
1.      Laeli Sabiqoh
2.      Amin Alifatuloh
3.      Dwi Nurlita


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS SAINS AL-QUR’AN WONOSOBO
DI JAWA TENGAH
2015
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Qur’an diyakini oleh umat Islam sebagai kalamullah (firman Allah) yang mutlak benar, berlaku sepanjang zaman dan mengandung ajaran serta petunjuk tentang berbagai hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia di dunia ini dan di akhirat nanti.
Al-Qur’an berbicara tentang berbagai hal, seperti aqidah, ibadah, mu’amalah berbicara pula tentang pendidikan. Namun demikian, al-Qur’an bukanlah kitab suci yang siap pakai, dalam arti berbagai konsep yang dikemukakan al-Qur’an tersebut tidak langsung dapat dihubungkan dengan berbagai masalah tersebut. Ajaran al-Qur’an tampil dalam sifatnya yang global, ringkas dan general. Untuk dapat memahami ajaran al-Qur’an tentang berbagai masalah tersebut mau tidak mau seseorang harus melewati jalur tafsir sebagaimana telah dilakukan para ulama’.        
B. Rumusan Masalah
1.      Apa penjelasan tafsir Q.S. At-Taubah : 122
2.      Bagaimana asbabun nuzul Q.S. At-Taubah : 122
3.      Bagaimana munasabah Q.S. At-Taubah : 122
4.      Bagaimana Kandungan Q.S. At-Taubah : 122 dalam perspektif pendidikan
C. Tujuan Penulisam
1. Mengetahui tafsir Q.S. At-Taubah : 122
2. Mengetahui kandungan yang terdapat dalam Q.S. At-taubah ayat 122
3. Mengetahui intisari yang terdapat dalam Q.S. At-Taubah ayat 122
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Q.S. At-Taubah : 122 dan Terjemah
$tBur šc%x. tbqãZÏB÷sßJø9$# (#rãÏÿYuŠÏ9 Zp©ù!$Ÿ2 4 Ÿwöqn=sù txÿtR `ÏB Èe@ä. 7ps%öÏù öNåk÷]ÏiB ×pxÿͬ!$sÛ (#qßg¤)xÿtGuŠÏj9 Îû Ç`ƒÏe$!$# (#râÉYãŠÏ9ur óOßgtBöqs% #sŒÎ) (#þqãèy_u öNÍköŽs9Î) óOßg¯=yès9 šcrâxøts  
“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (Q.S. At-Taubah : 122)[1]
B.     Kosa Kata
$tBur  = dan tidaklah
 tbqãZÏB÷sßJø9$#c%x.  = orang-orang mukmin adalah (sepatutnya)
#rãÏÿYuŠÏ9 = untuk berangkat (berjihad), dalam kata ini mengandung makna bergegas
p©ù!$Ÿ2  = keseluruhan
txÿtRwöqn=sù  = maka mengapakah tidak berangkat, kata ini mengandung makna anjuran, dorongan.
Èe7ps%öÏù@ä. `ÏB = dari masing-masing golongan (golongan besar)
Nåk÷]ÏiB  = dari mereka
pxÿͬ!$sÛ  = sekelompok (golongan kecil)
#qßg¤)xÿtGuŠÏj9  = untuk memperdalam (berusaha keras untuk mendalami dan memahami dengan susah-payah untuk memperolehnya)
Ç`ƒÏe$!$#Îû  = tentang agama
#râÉYãŠÏ9ur  = dan agar mereka memperingatkan
OßgtBöqs%  = kaum mereka
#sŒÎ)   = apabila                                                                                                                  
#þqãèy_u  = mereka kembali
NÍköŽs9Î)  = kepada mereka
Oßg¯=yès9  = agar mereka
 šcrâxøts   = mereka dapat menjaga diri[2]

C.           Asbabun Nuzul
Ibnu Abu Hatim telah mengetengahkan sebuah hadits melalui Ikrimah yang telah menceritakan, bahwa ketika diturunkan firman-Nya berikut ini, yaitu : “Jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih dan digantinya (kamu) dengan kaum yang lain, dan kamu tidak akan dapat memberi kemudharatan kepada-Nya sedikitpun. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Q.S. At-Taubah : 39).
Tersebutlah pada saat itu ada orang-orang yang tidak berangkat ke medan perang, mereka berada di daerah Badui (pedalaman) karena sibuk mengajarkan agama kepada kaumnya. Maka orang-orang munafik memberikan komentarnya : “Sungguh masih ada orang-orang yang tertinggal di daerah-daerah pedalaman, maka celakalah orang-orang pedalaman itu.” Kemudian turunlah firman-Nya yang mengatakan : “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (Q.S. At-Taubah : 122).
Ibnu Abu Hatim telah mengetengahkan pula hadits lainnya melalui Abdullah Ibnu Ubaid Ibnu Umair yang menceritakan, bahwa mengingat keinginan kaum Mukminin yang sangat besar terhadap masalah jihad, disebutkan bahwa : bila Rasululla mengirimkan Sariyyahnya, maka mereka semuanya berangkat, dan mereka meninggalkan Rasul di Madinah bersama dengan orang-orang yang lemah. Maka turunlah firman Allah SWT, yaitu Q.S. At-Taubah : 122.[3]
D.    Munasabah Ayat
Secara maknawi Q.S. At-Taubah : 122 berkaitan dengan Q.S. At-Taubah : 38,
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä $tB ö/ä3s9 #sŒÎ) Ÿ@ŠÏ% â/ä3s9 (#rãÏÿR$# Îû È@Î6y «!$# óOçFù=s%$¯O$# n<Î) ÇÚöF{$# 4 OçFÅÊur& Ío4quysø9$$Î/ $u÷R9$# šÆÏB ÍotÅzFy$# 4 $yJsù ßì»tFtB Ío4quŠysø9$# $u÷R9$# Îû ÍotÅzFy$# žwÎ) î@Î=s% ÇÌÑÈ  
Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya bila dikatakan kepadamu: "Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah" kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) diakhirat hanyalah sedikit”. (Q.S. At-Taubah : 38)
Dari ayat tersebut dapat kita cermati bahwa balasan yang akan didapat oleh orang yang mau jihad fii sabilillah itu sangat banyak, tidak ada bandingnya dengan kenikmatan dunia yang hanya sedikit.
Munasabah menurut tafsir al-munir bahwa ayat tersebut berkaitan dengan hukum berperang jihad fii sabilillah. Dalam tafsir al-munir, jihad tidak diwajibkan atas semua mukmin jika Nabi tidak turut di dalamnya, akan tetapi mereka yang tidak turut berperang, mereka tetap wajib berjihad melalui jalan memepelajari dan memperdalam ilmu agama, agar mereka dapat member peringatan kepada kaum mereka apabila perang telah usai. Karena sesungguhnya mencari ilmu adalah sebagian dari jihad.[4]



E.     Materi
Ayat ini menerangkan kelengkapan dari hukum-hukum yang menyangkut perjuangan. Yakni, hukum mencari ilmu dan mendalami agama. Artinya, bahwa pendalaman ilmu agama itu merupakan cara berjuang dengan menggunakan hujjah dan penyampaian bukti-bukti, dan juga merupakan rukun terpenting dalam menyeru kepada iman dan menegakkan sendi-sendi Islam. Karena perjuangan yang menggunakan pedang itu sendiri tidak disyari’atkan kecuali untuk jadi benteng dan pagar dari dakwah tersebut, agar jangan dipermainkan oleh tangan-tangan ceroboh dari orang-orang kafir dan munafik.[5]
Dalam ayat ini pentingnya memperdalam ilmu, juga terkait dengan keterangan mengenai jihad. Ketegasan ayat ini menjelaskan bahwa memperdalam ilmu agama adalah  salah satu strategi pertahanan perang yang paling besar, inti dari tujuan perjuangan, dengan kata lain pendidikan adalah wujud dari perang yang sebenarnya.

“Dan tidaklah boleh orang-orang yang beriman itu turut semuanya”. Di sini menunjukkan bahwa betapa pentingnya pembagian tugas . Dalam pendidikan pembagian tugas itu sangat penting agar pendidikan bisa terfokus dan menjadi maksimal.
Orang beriman sejati tidaklah semuanya turut bertempur berjihad dengan senjata ke medan perang, “tetapi alangkah baiknya keluar dari tiap-tiap golongan itu, di antara mereka, satu kelompok supaya mereka memperdalam pengertian tentang agama”. Dengan susunan kalimat falaulaa yang berarti diangkat naiknya, maka Tuhan telah menganjurkan pembagian tugas. Seluruh orang yang beriman diwajibkan berjihad dan diwajibkan pergi berperang menurut kesanggupan masaing-masing, baik secara ringan ataupun secara berat. Maka dengan ayat ini Tuhan pun menuntut hendaklah jihad itu dibagi kepada jihad bersenjata dan jihad memperdalam ilmu pengetahuan dan pengertian tentang agama.
Jika yang pergi ke medan perang itu bertarung nyawa dengan musuh, maka yang tinggal di garis belakang memperdalam tentang agama. Sebab tidaklah pula kurang penting jihad yang mereka hadapi. Ilmu agama wajib diperdalam. Dan tidak semua orang akan sanggup mempelajari.[6]
Surat at-taubah ayat 122 memberikan bimbingan penting dalam jihad. Di dalamnya menerangkan penjelasan bahwa jihad tidak hanya berada di medan perang, sehingga diperintahkan agar sebagian kelompok keluar dari barisan perang dan memperdalam ilmu agama, sehingga mereka dapat kembali pada kaumnya dan memberi peringatan.
Ayat ini menjelaskan pentingnya pembagian tugas, dan untuk waspada dalam berjuang tidak hanya berjuang pada masa yang tengah dihadapi, tetapi juga untuk masa depan. Bahwa setelah berselisih, kelak pasti ada penyelesaian. Setelah perang pasti akan ada perdamaian. Banyak yang akan runtuh karena perang, namun satu hal harus terus dibangun, yaitu rohaniah dan kesadaran beragama. Kita berperang karena mempertahankan agama, oleh karena itu kita juga harus tetap memperdalam ilmu agama supaya tidak mudah tergoyahkan. Karena jika tidak ada yang memperdalam pengetahuan tentang agama, bagaimana kalau kelak terjadi perdamaian sedangkan agama yang diperjuangkan telah runtuh dan padam cahayanya, masjid-masjid runtuh, ahli agama telah gugur, dan tempat-tempat belajar telah hancur.
Hikmah yang dapat kita ambil dari ayat ini berkaitan dengan pendidikan, antara lain:
1.      Agar senantiasa memperhatikan dan memperbaiki niat dalam mencari ilmu, yaitu semata-mata lillahi ta’ala mengingat keutamaan yang diberikan kepada ahli ‘ilmu, yaitu setara dengan jihad fii sabilillah.
2.      Pentingnya ilmu untuk tetap dijaga dan dikaji supaya bisa diajarkan kembali kepada generasi berikutnya, serta memberantas kebodohan.
3.      Pentingnya pembagian tugas/tanggungjawab dalam suatu pendidikan supaya target tercapai sesuai keinginan
4.      Kesungguhan dalam menuntut ilmu.


























BAB III
PENUTUP

Ayat ini menerangkan kelengkapan dari hukum-hukum yang menyangkut perjuangan, yaitu hukum mencari ilmu dan mendalami agama. Artinya bahwa pendalaman ilmu agama itu merupakan cara berjuang dengan menggunakan hujjah dan penyampaian bukti-bukti dan juga merupakan rukun terpenting dalam menyeru kepada iman dan menegakan sendi-sendi Islam. Karena perjuangan yang menggunakan pedang itu sendiri tidak di syari’atkan kecuali untuk jadi benteng dan pagar dari da’wah tersebut agar jangan dipermainkan oleh tangan-tangan ceroboh dari orang-orang kafir dan munafik.
Oleh karena ayat ini telah menetapkan bahwa fungsi ilmu tersebut adalah untuk mencerdaskan umat, maka tidaklah dapat dibenarkan bila ada orang-orang Islam yang menuntut ilmu pengetahuannya hanya untuk mengejar pangkat dan kedudukan atau keuntungan pribadi saja, apalagi untuk menggunakan ilmu pengetahuan sebagai kebanggaan dan kesombongan diri terhadap golongan yang belum menerima pengetahuan.














DAFTAR PUSTAKA



Al-Maraghiy , Ahmad Mushthafa, Terjemah Tafsir Al-Maraghiy, Semarang: CV. Toha Putra
Al-Qur’anul Karim Terjemah Tafsir Per Kata, Bandung: CV. Insan Kamil,
Al-Mahalliy, Imam Jalaluddin dan As-Suyuthi, Imam Jalaluddin, Terjemah Tafsir Jalalain Berikut Asbaabun Nuzul, Bandung: CV. Sinar Baru
Az-Zuhail, Wahbah, Tafsir Al-Munir

Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz XI, Jakarta: Pustaka Panjimas




[1] Ahmad Mushthafa Al-Maraghiy, Terjemah Tafsir Al-Maraghiy, (Semarang: CV. Toha Putra), hlm. 83-84.
[2] Al-Qur’anul Karim Terjemah Tafsir Per Kata, (Bandung: CV. Insan Kamil), hlm. 206.
[3] Imam Jalaluddin Al-Mahalliy dan Imam Jalaluddin As-Suyuthi, Terjemah Tafsir Jalalain Berikut Asbaabun Nuzul, (Bandung: CV. Sinar Baru), hlm. 846.
[4] Wahbah Az-Zuhail, Tafsir Al-Munir, jilid.5, hlm. 81.
[5] Ahmad Mushthafa Al-Maraghiy, Terjemah Tafsir Al-Maraghiy, (Semarang: CV. Toha Putra), hlm. 84-85.

[6] Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz XI, (Jakarta: Pustaka Panjimas), hlm. 86-87.