MAKALAH
TAFSIR TARBAWI QS. AT-TAUBAH AYAT 122
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Tafsir Tarbawi yang diampu oleh
Bapak Hamid Mustofa, S.Th.I, CM. Si
Disusun Oleh:
1. Laeli Sabiqoh
2. Amin Alifatuloh
3. Dwi Nurlita
FAKULTAS
ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS
SAINS AL-QUR’AN WONOSOBO
DI
JAWA TENGAH
2015
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Al-Qur’an
diyakini oleh umat Islam sebagai kalamullah (firman Allah) yang mutlak benar,
berlaku sepanjang zaman dan mengandung ajaran serta petunjuk tentang berbagai
hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia di dunia ini dan di akhirat nanti.
Al-Qur’an
berbicara tentang berbagai hal, seperti aqidah, ibadah, mu’amalah berbicara
pula tentang pendidikan. Namun demikian, al-Qur’an bukanlah kitab suci yang
siap pakai, dalam arti berbagai konsep yang dikemukakan al-Qur’an tersebut
tidak langsung dapat dihubungkan dengan berbagai masalah tersebut. Ajaran
al-Qur’an tampil dalam sifatnya yang global, ringkas dan general. Untuk dapat
memahami ajaran al-Qur’an tentang berbagai masalah tersebut mau tidak mau
seseorang harus melewati jalur tafsir sebagaimana telah dilakukan para
ulama’.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa penjelasan tafsir Q.S. At-Taubah : 122
2.
Bagaimana asbabun nuzul Q.S. At-Taubah : 122
3.
Bagaimana munasabah Q.S. At-Taubah : 122
4.
Bagaimana Kandungan Q.S. At-Taubah : 122 dalam perspektif
pendidikan
C.
Tujuan
Penulisam
1.
Mengetahui tafsir Q.S.
At-Taubah : 122
2.
Mengetahui kandungan yang terdapat dalam Q.S. At-taubah ayat 122
3. Mengetahui intisari yang terdapat dalam Q.S. At-Taubah ayat 122
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Q.S. At-Taubah : 122 dan
Terjemah
$tBur c%x. tbqãZÏB÷sßJø9$#
(#rãÏÿYuÏ9 Zp©ù!$2 4 wöqn=sù txÿtR `ÏB
Èe@ä. 7ps%öÏù öNåk÷]ÏiB ×pxÿͬ!$sÛ (#qßg¤)xÿtGuÏj9
Îû Ç`Ïe$!$#
(#râÉYãÏ9ur
óOßgtBöqs%
#sÎ)
(#þqãèy_u
öNÍkös9Î)
óOßg¯=yès9
crâxøts
“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke
medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka
beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk
memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya,
supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (Q.S. At-Taubah : 122)[1]
B.
Kosa
Kata
$tBur = dan tidaklah
tbqãZÏB÷sßJø9$#c%x. = orang-orang mukmin
adalah (sepatutnya)
#rãÏÿYuÏ9 = untuk
berangkat (berjihad), dalam kata ini mengandung makna bergegas
p©ù!$2 = keseluruhan
txÿtRwöqn=sù = maka mengapakah tidak berangkat, kata ini
mengandung makna anjuran, dorongan.
Èe7ps%öÏù@ä. `ÏB = dari
masing-masing golongan (golongan besar)
Nåk÷]ÏiB = dari mereka
pxÿͬ!$sÛ = sekelompok (golongan kecil)
#qßg¤)xÿtGuÏj9 = untuk memperdalam (berusaha keras untuk mendalami
dan memahami dengan susah-payah untuk memperolehnya)
Ç`Ïe$!$#Îû = tentang agama
#râÉYãÏ9ur = dan agar
mereka memperingatkan
OßgtBöqs% = kaum mereka
#sÎ) = apabila
#þqãèy_u = mereka kembali
NÍkös9Î) = kepada
mereka
Oßg¯=yès9 = agar mereka
C.
Asbabun
Nuzul
Ibnu Abu Hatim telah mengetengahkan sebuah hadits
melalui Ikrimah yang telah menceritakan, bahwa ketika diturunkan firman-Nya
berikut ini, yaitu : “Jika kamu tidak berangkat untuk
berperang, niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih dan digantinya
(kamu) dengan kaum yang lain, dan kamu tidak akan dapat memberi kemudharatan
kepada-Nya sedikitpun. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Q.S. At-Taubah : 39).
Tersebutlah pada
saat itu ada orang-orang yang tidak berangkat ke medan perang, mereka berada di
daerah Badui (pedalaman) karena sibuk mengajarkan agama kepada kaumnya. Maka
orang-orang munafik memberikan komentarnya : “Sungguh masih ada orang-orang yang tertinggal di daerah-daerah
pedalaman, maka celakalah orang-orang pedalaman itu.” Kemudian turunlah
firman-Nya yang mengatakan : “Tidak sepatutnya
bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari
tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam
pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya
apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga
dirinya.” (Q.S. At-Taubah :
122).
Ibnu Abu Hatim telah mengetengahkan pula
hadits lainnya melalui Abdullah Ibnu Ubaid Ibnu Umair yang menceritakan, bahwa
mengingat keinginan kaum Mukminin yang sangat besar terhadap masalah jihad,
disebutkan bahwa : bila Rasululla mengirimkan Sariyyahnya, maka mereka semuanya
berangkat, dan mereka meninggalkan Rasul di Madinah bersama dengan orang-orang
yang lemah. Maka turunlah firman Allah SWT, yaitu Q.S. At-Taubah : 122.[3]
D. Munasabah Ayat
Secara maknawi
Q.S. At-Taubah : 122 berkaitan dengan Q.S. At-Taubah : 38,
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä $tB ö/ä3s9 #sÎ) @Ï% â/ä3s9 (#rãÏÿR$# Îû È@Î6y «!$# óOçFù=s%$¯O$# n<Î) ÇÚöF{$# 4 OçFÅÊur& Ío4quysø9$$Î/ $u÷R9$# ÆÏB ÍotÅzFy$# 4 $yJsù ßì»tFtB Ío4quysø9$# $u÷R9$# Îû ÍotÅzFy$# wÎ) î@Î=s% ÇÌÑÈ
“Hai orang-orang yang beriman, apakah
sebabnya bila dikatakan kepadamu: "Berangkatlah (untuk berperang) pada
jalan Allah" kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu
puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal
kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) diakhirat hanyalah
sedikit”. (Q.S. At-Taubah : 38)
Dari ayat tersebut dapat kita cermati bahwa balasan yang akan didapat
oleh orang yang mau jihad fii sabilillah itu sangat banyak, tidak ada
bandingnya dengan kenikmatan dunia yang hanya sedikit.
Munasabah menurut tafsir al-munir bahwa ayat tersebut
berkaitan dengan hukum berperang jihad fii sabilillah. Dalam tafsir al-munir,
jihad tidak diwajibkan atas semua mukmin jika Nabi tidak turut di dalamnya,
akan tetapi mereka yang tidak turut berperang, mereka tetap wajib berjihad
melalui jalan memepelajari dan memperdalam ilmu agama, agar mereka dapat member
peringatan kepada kaum mereka apabila perang telah usai. Karena sesungguhnya
mencari ilmu adalah sebagian dari jihad.[4]
E. Materi
Ayat ini menerangkan kelengkapan dari hukum-hukum yang menyangkut
perjuangan. Yakni, hukum mencari ilmu dan mendalami agama. Artinya, bahwa
pendalaman ilmu agama itu merupakan cara berjuang dengan menggunakan hujjah dan
penyampaian bukti-bukti, dan juga merupakan rukun terpenting dalam menyeru
kepada iman dan menegakkan sendi-sendi Islam. Karena perjuangan yang
menggunakan pedang itu sendiri tidak disyari’atkan kecuali untuk jadi benteng
dan pagar dari dakwah tersebut, agar jangan dipermainkan oleh tangan-tangan
ceroboh dari orang-orang kafir dan munafik.[5]
Dalam ayat
ini pentingnya
memperdalam ilmu, juga terkait dengan keterangan mengenai jihad. Ketegasan ayat
ini menjelaskan bahwa memperdalam ilmu agama adalah salah satu strategi pertahanan perang yang
paling besar, inti dari tujuan perjuangan, dengan kata lain ‘pendidikan’ adalah wujud dari perang yang
sebenarnya.
“Dan tidaklah boleh
orang-orang yang beriman itu turut semuanya”. Di
sini menunjukkan bahwa betapa pentingnya pembagian tugas . Dalam pendidikan
pembagian tugas itu sangat penting agar pendidikan bisa terfokus dan menjadi
maksimal.
Orang
beriman sejati tidaklah semuanya turut bertempur berjihad dengan senjata ke medan perang, “tetapi alangkah baiknya keluar dari tiap-tiap golongan itu, di antara
mereka, satu kelompok supaya mereka memperdalam pengertian tentang agama”.
Dengan susunan kalimat falaulaa yang
berarti diangkat naiknya,
maka Tuhan telah menganjurkan pembagian tugas. Seluruh orang yang beriman
diwajibkan berjihad dan
diwajibkan pergi berperang menurut kesanggupan masaing-masing, baik secara
ringan ataupun
secara berat. Maka dengan ayat ini Tuhan pun menuntut hendaklah jihad itu dibagi
kepada jihad bersenjata
dan jihad
memperdalam ilmu pengetahuan dan
pengertian tentang agama.
Jika
yang pergi ke medan perang itu bertarung
nyawa dengan musuh,
maka yang tinggal di garis belakang memperdalam tentang agama. Sebab tidaklah
pula kurang penting jihad yang mereka hadapi. Ilmu agama wajib diperdalam. Dan
tidak semua orang akan sanggup mempelajari.[6]
Surat
at-taubah ayat 122 memberikan bimbingan penting dalam jihad. Di dalamnya
menerangkan penjelasan bahwa jihad tidak hanya berada di medan perang, sehingga
diperintahkan agar sebagian kelompok keluar dari barisan perang dan memperdalam
ilmu agama, sehingga mereka dapat kembali pada kaumnya dan memberi peringatan.
Ayat
ini menjelaskan pentingnya pembagian tugas, dan untuk waspada dalam berjuang
tidak hanya berjuang pada
masa
yang tengah dihadapi, tetapi juga untuk masa depan. Bahwa setelah berselisih, kelak pasti
ada penyelesaian. Setelah perang pasti akan ada perdamaian. Banyak yang akan
runtuh karena perang, namun satu hal harus terus dibangun, yaitu rohaniah dan
kesadaran beragama. Kita berperang karena mempertahankan agama, oleh karena itu kita juga harus tetap memperdalam ilmu
agama supaya tidak mudah tergoyahkan. Karena jika tidak ada
yang memperdalam pengetahuan
tentang
agama, bagaimana
kalau kelak terjadi perdamaian sedangkan agama yang diperjuangkan telah runtuh
dan padam cahayanya, masjid-masjid runtuh, ahli agama telah gugur, dan tempat-tempat
belajar telah hancur.
Hikmah yang dapat kita
ambil dari ayat ini berkaitan dengan pendidikan, antara lain:
1.
Agar senantiasa memperhatikan dan memperbaiki
niat dalam mencari
ilmu, yaitu semata-mata lillahi ta’ala
mengingat keutamaan yang diberikan kepada ahli ‘ilmu, yaitu setara dengan jihad fii sabilillah.
2.
Pentingnya ilmu
untuk tetap dijaga dan dikaji
supaya bisa diajarkan kembali kepada generasi berikutnya, serta memberantas
kebodohan.
3.
Pentingnya pembagian tugas/tanggungjawab dalam suatu
pendidikan supaya target tercapai sesuai keinginan
4.
Kesungguhan dalam menuntut ilmu.
BAB III
PENUTUP
Ayat ini menerangkan kelengkapan dari
hukum-hukum yang menyangkut perjuangan, yaitu hukum mencari ilmu dan mendalami
agama. Artinya bahwa pendalaman ilmu agama itu merupakan cara berjuang dengan
menggunakan hujjah dan penyampaian bukti-bukti dan juga merupakan rukun
terpenting dalam menyeru kepada iman dan menegakan sendi-sendi Islam. Karena
perjuangan yang menggunakan pedang itu sendiri tidak di syari’atkan kecuali
untuk jadi benteng dan pagar dari da’wah tersebut agar jangan dipermainkan oleh
tangan-tangan ceroboh dari orang-orang kafir dan munafik.
Oleh karena ayat ini telah menetapkan
bahwa fungsi ilmu tersebut adalah untuk mencerdaskan umat, maka tidaklah dapat
dibenarkan bila ada orang-orang Islam yang menuntut ilmu pengetahuannya hanya
untuk mengejar pangkat dan kedudukan atau keuntungan pribadi saja, apalagi
untuk menggunakan ilmu pengetahuan sebagai kebanggaan dan kesombongan diri
terhadap golongan yang belum menerima pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Maraghiy
, Ahmad
Mushthafa, Terjemah Tafsir Al-Maraghiy, Semarang: CV.
Toha Putra
Al-Qur’anul
Karim Terjemah Tafsir Per Kata, Bandung: CV. Insan Kamil,
Al-Mahalliy, Imam
Jalaluddin dan As-Suyuthi,
Imam Jalaluddin, Terjemah Tafsir Jalalain Berikut Asbaabun Nuzul, Bandung:
CV. Sinar Baru
Az-Zuhail, Wahbah, Tafsir
Al-Munir
Hamka,
Tafsir Al-Azhar Juz XI, Jakarta: Pustaka Panjimas
[1] Ahmad Mushthafa Al-Maraghiy, Terjemah
Tafsir Al-Maraghiy, (Semarang: CV. Toha Putra), hlm. 83-84.
[3] Imam Jalaluddin Al-Mahalliy dan Imam
Jalaluddin As-Suyuthi, Terjemah Tafsir Jalalain Berikut Asbaabun Nuzul, (Bandung:
CV. Sinar Baru), hlm. 846.
[4] Wahbah Az-Zuhail, Tafsir
Al-Munir, jilid.5, hlm. 81.
[5] Ahmad Mushthafa Al-Maraghiy, Terjemah
Tafsir Al-Maraghiy, (Semarang: CV. Toha Putra), hlm. 84-85.
[6] Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz XI, (Jakarta:
Pustaka Panjimas), hlm. 86-87.